Keunikan Kampung Bena Di Nusa Tenggara Timur AnekaNews.top - Keunikan Kampung Bena Di Nusa Tenggara Timur
Kampung Bena, yang terletak sekitar 22 kilometer sebelah selatan Kota Bajawa, Ibukota Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Di Kampung Bena, waktu seolah berhenti. Karena kampung ini sama sekali belum tersentuh kemajuan teknologi.
Arsitektur bangunannya masih sangat sederhana, yang hanya memiliki satu pintu gerbang untuk masuk dan keluar, seperti pada peradaban di zaman purba. Menurut catatan Pemerintah Kabupaten Ngada, Kampung Bena diperkirakan telah ada sejak 1.200 tahun yang lalu. Hingga kini pola kehidupan serta budaya masyarakatnya tidak banyak berubah. Dimana masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Kampung Bena memiliki panjang 375 meter dan lebar 80 meter berada di atas bukit, di kaki Gunung Inerie, sekitar 785 meter di atas permukaan laut. Orang Bena percaya, di puncak Gunung Inerie bersemayam Dewa Zeta, dewa yang melindungi mereka. Disekeliling kampung terdapat Ngarai dengan kedalam hingga puluhan meter. Ketua Lembaga Adat Desa Tiwo Riwu, Yoseph Bruga Gale, mengungkapkan, menurut cerita para orang tua, awalnya Kampung Bena ini kapal. Saat ini Kampung Bena dihuni 326 jiwa, atau 120 keluarga. Sementara ribuan jiwa lainnya yang merupakan keturunan warga Bena bermukim di luar kampung adat.
Di Kampung Bena terdapat 45 unit rumah, yang didiami oleh sembilan suku. Yakni, Suku Dizi, Suku Dizi Azi, Suku Wahto, Suku Deru Lalulewa, Suku Deru Solamae, Suku Ngada, Suku Khopa, dan Suku Ago. Untuk membedakan antara satu suku dengan suku lainnya, dipisahkan berdasarkan sembilan tingkat ketinggian tanah dalam kampung ini. Dimana setiap satu suku berada dalam satu tingkat ketinggian.
Rumah Suku Bena, berada di tengah-tengah, karena suku ini dianggap suku yang paling tua, dan merupakan pendiri Kampung Bena. Karena itu pula, kampung ini dinamai dengan Kampung Bena. Untuk berkomunikasi sehari-hari, warga kampung ini menggunakan bahasa Nga’dha. Seluruh warga Kampung Bena kini memeluk agama Katolik. Sisa-sisa peradaban megalitikum terlihat di kampung ini. Seperti ornamen batu yang berfungsi sebagai makam, dan sebagai monumen.Seperti bangunan yang menyerupai payung ini, disebut Nga’dhu. Bangunan ini merupakan media penghubung dengan leluhur lelaki mereka. Nga’dhu juga berfungsi sebagai lambang keberadaan suatu klan
Bangunan ini didirikan ketika suatu klan baru akan terbentuk. Pendiriannya melalui ritual dengan mengorbankan hewan. Darah hewan korban ditorehkan pada bagian batu bangunan, yang dipercaya akan memberi kekuatan spiritual kepada klan yang dibentuk. Konon, dahulu yang dijadikan korban bukan hewan, tetapi kepala manusia. Penduduk Kampung Bena menganut sistem kekerabatan matriarkat, yakni mengikuti garis keturunan pihak ibu. Lelaki Bena yang menikah dengan wanita suku lain, akan menjadi bagian dari klan istrinya. Rumah keluarga inti pria disebut sakalobo. Ini ditandai dengan patung pria memegang parang dan lembing di atas rumah. Sementara rumah keluarga inti wanita disebut sakapu’u.
Pada bumbungan atapnya dipasang miniatur bhaga, yang memiliki makna sebagai motivasi hidup bagi anak-anak mereka, serta sebagai pengingat bahwa kemanapun mereka pergi jauh, harus tetap diingat bahwa kampung ini adalah tempat asal mereka. Tanduk-tanduk kerbau, serta rahang dan taring babi ini, merupakan lambang status sosial orang Bena, yang berasal dari hewan-hewan yang dikorbankan oleh klannya. Semakin banyak hewan yang dikorbankan, semakin tinggi derajat sosialnya.
Sebagian besar orang Bena bermata pencaharian sebagai petani ladang. Kebun mereka terletak di sisi-sisi ngarai yang mengelilingi kampung Bena. Dan kaum wanitanya bertenun kain yang bermotifkan kuda dan gajah yang merupakan khas Bena. Sejak kampung ini menjadi tujuan wisata, hasil tenunan penduduk menjadi salah satu andalan untuk penghidupan warga. Zaman terus berkembang, namun masyarakat kampung Bena bertekad, tetap akan mempertahankan kelestarian kampung adat mereka. Karena inilah cara untuk mempertahankan warisan leluhur, yang telah dijaga sejak ratusan tahun lalu.
#Tempat-Wisata-Unik